TAWADLU'
Suatu saat beberapa sahabat Al Hasan Al Bashri
menyebutkan beberapa definisi tawadhu’, namun beliau diam saja. Saat definisi
semakin banyak disebut, beliau mengatakan,”Aku menilai kalian telah banyak
menyebut apa itu tawadhu’.”
Akhirnya mereka balik bertanya, “Apa tawadhu’
itu menurut Anda?”
Al Hasan Al Bashri menjawab, “Seorang keluar
dari rumahnya, maka ia tidak bertemu seorang Muslim, kecuali mengira bahwa yang
ditemui itu lebih baik dari dirinya.” (Az Zuhd, hal. 279)
Apa yang disebutkan Al Hasan Al Bashri mirip
dengan nasihat Imam Al Ghazali mengenai tawadhu’. Beliau mengatakan:
”Janganlah engkau melihat kepada seseorang
kecuali engkau menilai bahwa ia lebih baik darimu.
Jika melihat anak kecil, engkau mengatakan,’Ia
belum bermaksiat kepada Allah sedangkan aku telah melakukannya, maka ia lebih
baik dariku’.
Jika melihat orang yang lebih tua, engkau
mengatakan, ‘Orang ini telah melakukan ibadah sebelum aku melakukannya, maka
tidak diragukan bahwa ia lebih baik dariku.’
Dan jika ia melihat orang alim (pandai), maka
ia berkata,’Ia telah diberi Allah ilmu lebih dibanding aku dan telah sampai
pada derajat yang aku belum sampai kepadanya.’
Kalau ia melihat orang bermaksiat, ia berkata,
“Ia melakukannya karena kebodohan, sedangkan aku melakukannya dan tahu bahwa
perbuatan itu dilarang. Maka, hujjah Allah kepadaku akan lebih kuat.’” (Maraqi
Al Ubudiyah, hal. 79)
Maka seyogyanya kita selalu melihat ke dalam
diri kita sendiri dan tidak sibuk menghakimi orang lain, karena disamping bisa
jadi sebenarnya mereka lebih baik dari kita, hal demikian bisa menimbulkan
sifat ujub.
Sebab itulah Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam mengatakan,” Jika seorang laki-laki berkata ‘Manusia itu telah
celaka’, maka ialah yang paling celaka.” (Riwayat Muslim)
Imam Al Khattabi menjelaskan bahwa kemungkinan
orang yang mengatakan demikian menimbulkan sifat ujub kepada dirinya dan
menilai bahwa pada manusia sudah tidak terdapat sifat kebaikan. Dan merasa
bahwa dirinya lebih baik dari mereka. Maka pada hakikatnya, orang ini telah
celaka. (lihat, Al Adzkar, hal. 574)
Imam Malik pun berpendapat bahwa kalau
pelakunya mengatakan hal demikian karena ujub dan meremehkan manusia terhadap
dien mereka, maka itu hal yang dibenci dan yang terlarang. Namun jika
mengatakannya karena merasa prihatin, maka hal itu tidak mengapa. (lihat, Al
Adzkar, hal. 575)
Semoga bisa selalu TAWADLU dan tidak ada UJUB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar